Seorang TKW Dipancung di Arab Saudi

Dipi76

New member
HUKUM
Arab Pancung Perempuan Indonesia
Josephus Primus | Minggu, 19 Juni 2011 | 06:58 WIB

JEDDAH, KOMPAS.com - Seorang perempuan Indonesia telah dipancung dengan pedang, Sabtu (18/6/2011). Perempuan itu dihukum karena membunuh seorang perempuan Arab Saudi, kata Kementerian dalam Negeri Arab Saudi.

Perempuan bernama Raiaiti Beth Sabotti Sarona, menurut penyalinan huruf dari bahasa Arab, terbukti bersalah membunuh perempuan Saudi Khairiya binti Hamid Mijlid dengan menyerangnya berulang kali pada kepala dengan pemotong daging dan menikamnya di leher, kata kementerian itu dalam sebuah pernyataan yang diangkat oleh kantor berita resmi SPA.

Kantor berita itu tidak menguraikan motif kejahatan itu, ataupun mengungkapkan hubungan antara kedua perempuan itu. Tapi beberapa pejabat Indonesia mengatakan bahwa sekitar 70 persen dari 1,2 juta warga Indoesia yang bekerja di Arab Saudi adalah staf domestik (rumah tangga).

Pemancungan di provinsi Mekah di Saudi barat itu membuat jumlah eksekusi di kerajaan yang sangat konservatif itu tahun ini menjadi 28 orang, menurut hitungan AFP berdasarkan pada laporan-laporan pejabat dan kelompok hak asasi manusia. Kelompok Amnesty International yang bermarkas di London pekan lalu minta pada Arab Saudi untuk berhenti melaksanakan hukuman mati, mengatakan telah ada peningkatan signifikan dalam jumlah eksekusi yang dilakukan pada enam tahun terakhir.

Mereka menyatakan sedikitnya 27 orang telah dieksekusi di Arab Saudi pada 2011. Jumlah itu sama seperti jumlah semua orang yang dieksekusi pada sepanjang 2010. Ada 15 orang dieksekusi pada Mei saja. Pada 2009, jumlah eksekusi mencapai 67, dibanding 102 oada 2008.

Pemerkosaan, pembunuhan, kemurtadan , perampokan bersenjata semuanya dapat dihukum dengan hukuman mati menurut interpretasi keras hukum syariah Islam Arab Saudi.

===================
TKW Dihukum Mati di Arab Saudi
Ruyati Dipancung, ke Mana SBY?
Tri Wahono | Minggu, 19 Juni 2011 | 11:01 WIB

JAKARTA, KOMPS.com — Eksekusi mati terhadap PRT Migran Indonesia Ruyati binti Sapubi di Saudi Arabia adalah bentuk keteledoran pemerintah melakukan diplomasi. Eksekusi mati ini bukti pidato Presiden SBY pada sidang ILO ke-100 pada 14 Juni 2011 mengenai perlindungan PRT migran di Indonesia hanya buaian saja.

"Dalam pidato itu, Presiden SBY menyatakan di Indonesia mekanisme perlindungan terhadap PRT migran Indonesia sudah berjalan, tersedia institusi dan regulasinya. Tentu saja pidato ini menyejukkan dan menjanjikan. Namun buaian pidato tersebut tiba-tiba lenyap ketika hari Sabtu, 18 Juni 2011, muncul berita di banyak media asing. Mengenai pelaksanaan eksekusi hukuman mati dengan cara dipancung terhadap Ruyati binti Sapubi, PRT migran Indonesia yang bekerja di Saudi Arabia," tulis Migrant CARE, dalam rilisnya, Minggu (19/6/2011).

Peristiwa ini, menurut Migrant CARE, jelas memperlihatkan apa yang dipidatokan Presiden SBY di ILO tidak sesuai dengan realitas. Dalam soal hukuman mati terhadap PRT migran dan warga negara Indonesia di luar negeri, diplomasi luar negeri Indonesia terlihat sangat tumpul.

"Di Saudi Arabia, ada sekitar 23 warga negara Indonesia (mayoritas PRT migran) menghadapi ancaman hukuman mati. Kasus terakhir yang muncul ke permukaan adalah ancaman hukuman mati terhadap Darsem. Dalam kasus ini pemerintah Indonesia lebih berkonsentrasi dalam pembayaran diyat (uang darah) ketimbang melakukan advokasi litigasi di peradilan maupun diplomasi secara maksimal," kecam Migrant CARE.

Eksekusi mati terhadap Ruyati binti Sapubi, menurut Migrant CARE, merupakan bentuk keteledoran diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia. Dalam kasus ini, publik tidak pernah mengetahui proses hukum dan upaya diplomasi apa yang pernah dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

"Keteledoran ini juga pernah terjadi pada kasus eksekusi mati terhadap Yanti Iriyanti, PRT migran Indonesia asal Cianjur yang juga tidak pernah diketahui oleh publik sebelumnya. Bahkan hingga kini jenazah Yanti Iriyanti belum bisa dipulangkan ke Tanah Air atas permintaan keluarganya," papar Migran CARE.

Dijelaskan, dalam kasus Ruyati binti Sapubi, sebenarnya Migrant CARE telah menyampaikan perkembangan kasus ini ke Pemerintah Indonesia sejak bulan Maret. Namun, ternyata tidak pernah ada tindak lanjutnya.

Migrant CARE menyatakan duka sedalam-dalamnya atas eksekusi mati terhadap almarhumah Ruyati binti Sapubi. Atas kasus ini pula Migrant CARE mendesak Presiden SBY untuk mengusut tuntas keteledoran diplomasi perlindungan PRT migran Indonesia.

"Migrant CARE juga mendesak agar dilakukan evaluasi kinerja (dan jika perlu pencopotan) terhadap para pejabat yang terkait dengan keteledoran kasus ini seperti Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Luar Negeri, Kepala BNP2TKI dan Duta Besar RI untuk Saudi Arabia," demikian Migrant CARE.


Sumber: Kompas


-dipi-
 
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Luar Negeri, Kepala BNP2TKI dan Duta Besar RI untuk Saudi Arabia,pecat saja mereka mereka ini

mereka ngak becus melindungi rakyat indonesia padahal mereka adalah abdi negara yang harus melindungi rakyat indonesia

dan presiden indonesia pak sby yang terhormat harus meminta maaf kepada rakyat indonesia karena telah gagal melindungi rakyat nya

kalau gue di beri kewarganegaraan gue lebih memilih rusia saja,gue cinta indonesia tapi kalau para pejabat pejabat nya seperti sekarang ini gue jadi berpikir ulang tuk rela dan cinta pada tanah air ku indonesia
 
Last edited:
oh, kalo presidennya gak ikut dipecat ya om..??

ngak perlu bang,cukup Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Menteri Luar Negeri, Kepala BNP2TKI dan Duta Besar RI untuk Saudi Arabia,mereka mereka ini saja yang di pecat atau di paksa mengundurkan diri
 
Right or wrong is my country, den lolo...:D



-dipi-

And for this case, our country absolutely wrong.
Daku nggak tau gimana sistem pemerintahan kita ini berjalan sampai-sampai untuk soal pemberitahuan kepada pihak keluargapun yang bekerja adalah Migrant Care.
Jadi mungkin lebih baik kementrian tenaga kerja dibubarkan dan biarkan Migrant Care yang mengambil alih dan bekerja untuk negara.
 
And for this case, our country absolutely wrong.
Daku nggak tau gimana sistem pemerintahan kita ini berjalan sampai-sampai untuk soal pemberitahuan kepada pihak keluargapun yang bekerja adalah Migrant Care.
Jadi mungkin lebih baik kementrian tenaga kerja dibubarkan dan biarkan Migrant Care yang mengambil alih dan bekerja untuk negara.

setuju ama mbak dipe, kementrian tenaga kerja dibubarkan,terus presiden harus minta maaf kepada seluruh rakyat indonesia
 
selama pos dubes masih terus diperuntukkan bagi para mantan pejabat anu dan pejabat itu, jangan terlalu berharap banyak tentang nasib siapapun di luar negeri ya... let's just pray.
 
Pak SBY berpidato di Jenewa dalam Konferensi ILO, pidatonya gahar, dapet standing ovation.
Abis gitu ada berita Ibu Ruyati dipancung.

Wow this is bloody awesome, shithead!!!
 
Orang Indonesia apalagi para petinggi negara adalah orang2 egois yg hanya mementingkan kepentingan pribadi atau golongan mereka sendiri.

Jadi miris rasanya kalo ingat nasib para TKI yg berjuang mempertahankan hidup di luar negeri demi kehidupan keluarganya yg lebih baik di kampung halaman. Padahal, kebanyakan dari mereka mendapatkan berbagai siksa dan ancaman demi iming2an gaji besar yg nihil.

Harusnya, ini membuat kita smuanya sadar, BERHENTI lah untuk mengirim para TKI keluar negeri. Kalo mereka bisa dapat kehidupan yg lebih baik di kampung halaman, ngapain mereka harus keluar negeri, hanya untuk mendapatkan siksaan....

Yg harus sadar, bukan hanya pemerintah, tetapi, para keluarga dan calon TKI juga. Sudah banyak contohnya, tidak usah lagi menambah daftar 'korban'.
 
iya iya betul nona Kiki, tapi kadang mereka merasa dengan bekerja diluar akan lebih baik daripada kerja dikampung halaman atau dikota sendiri karna penghasilan sedikit dan merasa dengan bekerja disana mereka akan makmur, walau sudah tau kabar tentang kasus pancung ini, masih saja banyak yang nekat pergi, saking ingin berguna bagi keluarganya kali ya
 
kemana nih para pengacara kondang kayak ruhut sitmpul oca kaligis dan pengacara tenar lain nya jangan cuma nya bisa membela koruptor koruptor saja
kalau koruptor di belah habis habisan
 
salah satu contoh diplomasi yg gagal. Lain kali suruh ruhut aja untuk berdiplomasi disana..ketimbang dia disini lompat kesana kemari gak jelas.
 
kemana nih para pengacara kondang kayak ruhut sitmpul oca kaligis dan pengacara tenar lain nya jangan cuma nya bisa membela koruptor koruptor saja
kalau koruptor di belah habis habisan

Mereka cuma mau membela yg punya duit....
Ga usah harapkan mereka untuk membela yg ga berduit....
Duit haram pun mereka akan bela habis2an...
 
Keluarga Tidak Mengetahui Beredarnya Video Pemancungan Ruyati
Senin, 27 Juni 2011 10:22 WIB

20110623010918ruyati.jpg


Cikarang (ANTARA News) Pihak keluarga Ruyati, TKI yang dihukum pancung di Arab Saudi mengaku belum mengetahui adanya video eksekusi Ruyati yang diambil dari berita PressTV. Video itu sudah beredar luas di situs internet Youtube, di Suka Tani, Senin.

Anak pertama almarhum Ruyati, Evi Kurniati mengatakan dia belum melihat video tersebut. Sebelumnya memang pernah menonton sebuah tayangan di salah satu televisi swasta nasional, namun dia tidak menyangka jika video tersebut adalah ibunya.

"Astagfirullahaladzim, tidak menyangka sampai video Ibu saya beredar di internet. Sungguh tidak punya perasaan," kata Evi dengan suara sedih.

Selain Video, Evi juga mengatakan belum melihat foto Ruyati usai dieksekusi pancung juga marak beredar di internet.

Evi mengatakan akan segera mencari tahu video dan foto tersebut di internet melalui bantuan kerabatnya. Dia ingin melihat detik terakhir ibunya sebelum dihukum pancung.

"Saya akan segera cari tahu. Terimakasih atas informasinya," kata Evi.

Video detik-detik eksekusi mati Ruyati beredar di Youtube dengan judul video Pemancungan Ruyati, berdurasi 1.03 menit. Video tersebut diambil dari tayangan PresTV, dan diunggah oleh seseorang yang menggunakan nama Faham83 pada hari Minggu (26/6).

Video tersebut sudah ditonton oleh 414 orang, dengan beragam komentar yang kebanyakan menyalahkan lemahnya diplomasi Pemerintah Republik Indonesia.


Antaranews



-dipi-
 
Back
Top