spirit kartini.. untuk direnungkan

popoi

New member
dapet e mail keren dari milis... isinya gini.. lumayan buat merenung..


sekarang khan 21-April .... hari Kartini, sambil istirahat siang, ini ada sepenggal sharing utk melengkapi pengetahuan kita, siapa itu RA Kartini & darimana istilah Habis Gelap Terbitlah Terang ? (bagi yang gak berkenan, silahkan delete aza ya).
Andai Kartini Khatam Mengaji
Sejarah hanyalah saksi bisu yg bergantung pada kacamata orang yg membacanya. Sejarah bisa berarti beda jika kacamata baca manusia juga beda. Adalah sebuah keharusan utk membaca sejarah secara obyektif berdasar fakta. Demikian halnya perjuangan Kartini.


Benarkah Kartini menginginkan kaum wanita mengejar kesetaraan kedudukan dengan kaum laki-laki di semua bidang ?



Obyektifitas adalah syarat utama mengkaji sejarah. Tanpa ada semangat obyekti fitas, sebuah sejarah dapat dimaknai dan disalahgunakan sesuai kepentingan pihak yg bersangkutan. Untuk mendukung sebuah pendapat atau mewujudkan sebuah tujuan, kisah sejarah bisa dipenggal, dihilangkan atau justru ditambahi penekanan pada bagian2 tertentu. Penyusunan sejarah seperti ini hanya akan mengantarkan masyarakat kepada sebuah kesimpulan yang salah, bukan kpd pelajaran sebenar nya yg ada dibalik kisah kehidupan sang tokoh.



Demikian halnya dengan sejarah perjuangan R.A Kartini. Selama ini yang dipahami dan dicatat dari perjuangan Kartini adalah semangat emansipasi guna menjadikan kaum wanita punya hak sama dan sejajar dgn kaum laki-laki. Shg yg terlihat kemudian adalah wanita Indonesia yg tergopoh-gopoh untuk menempatkan diri pada posisi2 yg didominasi oleh kaum pria. Kata "emansipasi" telah bergeser kearah liberal, gender, feminisme dan ide-ide penentangan thd fitrah kaum wanita yang memang berbeda dengan lawan jenisnya.


Kartini, Antara Dominasi Adat dan Pengaruh Barat

Menelisik kehidupan seorang tokoh tak terlepas dari lingkungan internal dan eksternal yg membentuk kepribadiannya. Kartini tumbuh dlm dua suasana dan pemikiran yg saling bertentangan satu dgn yang lain. Sebagai keturunan ningrat, Kartini tumbuh di lingkungan yg kuat dengan adat istiadat. Di satu sisi, keningratan yg ada padanya, memungkinkan Kartini untuk memiliki teman-teman Belanda yg mengagungkan kebebasan. Dari surat2 Kartini yg dihimpun, nampak bhw jalinan persahabatan ini telah menyumbangkan sebuah pemikiran tersendiri bagi perkembangan dirinya.


Kartini tumbuh di lingkungan Jawa yg teguh memegang adat-istiadat. Di tengah kuatnya dominasi adat, Kartini berani berdiri untuk menantang semua adat itu. " Peduli apa aku dengan segala tata cara itu...semua itu bikinan manusia, dan menyiksa diriku saja. Kau tidak dapat membayangkan bagaimana rumitnya etiket keningratan Jawa itu..tapi sekarang mulai aku, antara kami (Kartini, Roekmini, dan Kardinah) tidak ada tata cara lagi. Perasaan kami sendiri yg akan menentu kan sampai batas-batas mana cara liberal itu boleh dijalankan " (Surat Kartini kepad Stella, 18-Agustus-1899).


Kartini memahami bahwa setiap manusia sederajat, mereka berhak untuk mendapat perlakuan yang sama. Kartini menolak adat Jawa yg membedakan manusia berdasarkan asal keturunannya. Kebencian Kartini terhadap segala bentuk etiket yg diskriminatif, mendorongnya utk meng intip nilai-nilai yg berlaku di kalangan teman2 Belandanya. Kartini menganggap bahwa peradaban mereka lebih tinggi dibanding rakyat Jawa. Hal ini terungkap dari petikan suratnya " Orang kebanyakan meniru kebiasaan orang baik2; orang baik2 itu meniru perbuatan orang yg lebih tinggi lagi, mereka itu meniru yang tertinggi pula ialah orang Eropa " (Surat kepada Stella, 25 Mei 1899).


Tak salah jika Kartini punya kesimpulan itu. Belanda berhasil menanamkan rasa rendah diri ke orang pribumi. Diskriminasi yg dilakukan Belanda telah mengajarkan bhw pribumi atau bangsa Timur adalah rendah dan bangsa Barat adalah mulia.



Kartini menyimpulkan bhw pangkal kemunduran & rasa rendah diri yang dialami masyarakat adalah minimnya pendidikan yg mereka dapt. Kaum pribumi adalah kaum terbelakang dan bodoh. Pendidikan jadi hak paten kalangan ningrat dan para penjajah. Titik tolak perjuangan Kartini diawali dengan membenahi pendidikan di kalangan pribumi, tak terkecuali kaum wanita. Kartini membuat nota yg berjudul " Berilah Pendidikan Kepada Bangsa Jawa " kepada pemerintah kolonial. Dalam nota itu, Kartini mengajukan kritik dan saran kepada hampir semua Departemen Pemerintah Hindia Belanda, kecuali Dept Angkatan Laut (Marine). Kartinipun merasa perlu utk belajar ke Barat. "Aku mau meneruskan pendidikanku ke Holland, karena Holland akan menyiapkan aku lebih baik untuk tugas besar yg telah kupilih" (Surat kepada Ny. Ovink Soer, 1900). Barat telah menjadi panutan dan kiblat Kartini untuk melepaskan diri dari kungkungan adat. " Pergi ke Eropa. Itulah cita2ku sampai nafasku yang terakhir " (Surat Kartini kepada Stella, 12 Januari 1900). Namun cita2 ini harus kandas di tangan para sahabat2nya yg tak ingin Kartini memiliki pemahaman lebih maju lagi.


Pergolakan Pemikiran Setelah Mengenal Islam

Sulit bagi Kartini bertahan di lingkungan yang bertentangan dgn pemikirannya. Di tengah kuatnya kungkungan adat dan derasnya serangan pemikiran Barat, Kartini mencoba mencari jawaban. Tahun2 terakhir sebelum wafat, Kartini menemukan jawaban atas pertanyaan2 yang bergolak dalam pemikirannya. Ia mencoba mendalami ajaran yg dianutnya, yaitu Islam. Ajaran Islam pada awalnya tak mendapat tempat di benak Kartini. Hal ini dikarenakan pengalaman yang tak mengenakkan dgn Sang ustadzah. Sang ustadzah menolak menjelaskan makna ayat yang sedang diajarkan.


" Mengenai agamaku Islam, Stella, aku harus cerita apa ? Islam melarang umatnya mendiskusikan dgn umat agama lain. Lagi pula sebenarnya agamaku karena nenek moyangku Islam. Bagaimana aku dapat mencintai agamaku, kalau aku tak mengerti, tidak boleh memahami? Al Quran terlalu suci, tak boleh diterjemahkan kedalam bahasa apapun. Disini tak ada orang yg ngerti bahasa Arab .


Di sini orang diajar baca Quran tapi tidak mengerti apa yang dibacanya. Kupikir, pekerjaan orang gilakah, orang diajar membaca tapi tidak diajar makna yg di bacanya. Sama halnya seperti engkau ajarkan aku bahasa Inggris, aku harus hafal kata demi kata, tapi tidak satu patah katapun yang kau jelaskan kepadaku apa artinya. nggak jadi orang solehpun tidak apa2, asalkan jadi orang baik hati, bukankah begitu Stella ?" (Surat Kartini kepada Stella, 6 November 1899).


Namun, pertemuannya dengan KH Mohammad Sholeh bin Umar, seorang ulama besar dari Darat Semarang, telah merubah segalanya. Kartini tertarik pada terjemahan Surat Al Fatihah yg disampaikan sang kyai. Kartinipun mendesak salah satu paman untuk menemaninya bertemu sang kyai. Berikut adalah petikan dialog antara Kartini dan Kyai Sholeh Darat, yang ditulis oleh Nyonya Fadhila Sholeh, cucu Kyai Sholeh Darat.


" Kyai, perkenankanlah saya bertanya, bagaimana hukumnya bila seorang yang berilmu, tapi menyembunyikan ilmunya?" Tertegun Kyai Sholeh Darat mendengar pertanyaan Kartini yang diajukan secara diplomatis itu. "Mengapa Raden Ajeng bertanya demikian?" Kyai Sholeh Darat balik bertanya. "Kyai, selama hidupku baru kali ini aku sempat mengerti makna dan arti surat pertama, dan induk Al-Quran yg isinya begitu indah menggetarkan sanubariku. Maka bukan main rasa syukur hatiku kpd Allah, namun aku heran tak habis-habisnya, mengapa selama ini para ulama kita melarang keras penerjemahan dan penafsiran AlQuran dalam bahasa Jawa. Bukankah AlQuran itu justru kitab pimpinan hidup bahagia dan sejahtera bagi manusia? "


Setelah pertemuannya dgn Kartini, Kyai Sholeh Darat tergugah utk menerjemah kan Quran dalam bahasa Jawa. Pada hari pernikahan Kartini, Kyai Sholeh Darat menghadiahkan terjemahan Al-Quran (Faizhur Rohman Fit Tafsiril Quran), jilid I yang terdiri dari 13 juz, mulai dari surat Al-Fatihah sampai surat Ibrahim. Mulailah Kartini mempelajari Islam dalam arti yang sesungguhnya. Tapi sayang tidak lama setelah itu Kyai Sholeh Darat meninggal dunia, sehingga belum selesai diterjemahkan seluruh Al Quran ke dalam bahasa Jawa.


Andai saja Kartini sempat mempelajari keseluruhan ajaran Islam (Al Quran) maka tidak mustahil jika ia akan menerapkan semaksimal mungkin semua kandungan ajarannya. Kartini sangat berani untuk berbeda dgn tradisi adatnya yang sudah terlanjur mapan. Kartini juga memiliki modal ketaatan tinggi terhadap ajaran Islam. Pada mulanya beliau adalah sosok paling keras menentang poligami. Tetapi setelah mengenal ajaran Islam, beliau mau menerimanya.


Upaya Meneladani Kartini

Upaya untuk menerjemahkan perjuangan Kartini oleh kaum wanita sekarang ini nampaknya telah melampaui batas. Petikan surat Kartini berikut ini menegaskan kesalahan penterjemahan kaum wanita Indonesia.


" Kami di sini memohon diusahakan pengajaran dan pendidikan anak perempuan, bukan sekali-kali karena kami menginginkan anak-anak perempuan itu menjadi saingan laki-laki dalam perjuangan hidupnya. Tapi karena kami yakin akan pengaruhnya yang besar sekali bagi kaum wanita, agar wanita lebih cakap melakukan kewajibannya, kewajiban yang diserahkan alam sendiri ke dalam tangannya: menjadi ibu, pendidik manusia yang pertama-tama " (Surat Kartini kepada Prof. Anton Dan Nyonya, 4 Oktober 1902).


Tak ada sepatah katapun dalam surat tersebut yang mengajarkan wanita untuk mengejar persamaan hak, kewajiban, kedudukan dan peran agar sejajar dengan kaum pria. Kartini memahami bahwa kebangkitan seseorang ditandai oleh kebangkitan cara berfikirnya. Kartini mengupayakan pengajaran dan pendidikan bagi wanita semata-mata demi kebangkitan berfikir kaumnya agar lebih cakap menjalankan kewajibannya sebagai seorang wanita.


Atas nama perjuangan Kartini, para wanita justru terjebak pada nilai2 liberalisasi dan ide Barat yg justru ditentang sang pahlawan. Perjuangan yg kini dilakukan oleh para feminis, pembela hak-hak wanita sangat jauh dari ruh perjuangan Kartini. Kartini tidak menuntut persamaan hak dalam segala bidang. Kartini hanya menuntut agar kaum wanita diberi hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak. Tak lebih dari itu.


Kartini bertekad untuk menjadi seorang muslimah yang baik dengan memenuhi seruan Surat Al Baqarah 193. Minazh-Zhulumaati ilan Nuur yang berarti dari gelap kepada cahaya telah mendoronganya untuk merubah diri dari pemikiran yang salah kepada ajaran Allah. Tak berlebihan jika kita menyimpulkan bahwa tujuan Kartini adalah mengajak setiap wanita untuk menjadi muslimah yang memegang teguh ajaran agamanya.


"..., tadinya kami mengira bahwa masyarakat Eropa itu benar-benar satu2nya yg paling baik, tiada taranya. Maafkan kami, tetapi apakah ibu sendiri menganggap masyarakat Eropa itu sempurna ? dapatkah ibu menyangkal bahwa di balik hal yg indah dalam masyarakat ibu terdapat banyak hal-hal yg sama sekali tidak patut disebut sebagai peradaban ?" (Surat Kartini kepada Ny. Abendanon, 27 Oktober 1902).


from: http://www.dakwahkampusmalang.com

Posted by: "oom badriah oom" venus_shining@yahoo.com

Mon Apr 20, 2009 3:58 am
 
Bls: spirit kartini.. untuk direnungkan



tuh.. bukan emansipasi yang kearah liberal, gender, feminisme dan ide-ide penentangan thd fitrah kaum wanita yang memang berbeda dengan lawan jenisnya. .

I lop u mom...
 
Bls: spirit kartini.. untuk direnungkan

thanks.. tapi... seandainya..kalo dibalik.. empatnya yang di depan..
lebih thanks lagi
 
Back
Top