singthung
New member
RENUNGAN
BERDANA ? KETULUSAN ATAU FORMALITAS
BERDANA ? KETULUSAN ATAU FORMALITAS

Kalau kita ke vihara, membaca parita-parita suci, mendengarkan khotbah Dhamma, kita sering mendengar tentang dana, dan seluk beluknya. Mengenai manfaat, kebajikan yang didapat serta ditimbulkan oleh dana. Demikian semangat para pemuka agama mengingatkan umat untuk rajin berdana, tak ayal lagi akan banyak umat yang beramai-ramai untuk menanam jasa kebajikan dengan berdana. Namun, dari semua yang berdana itu, sepersekiankah yang benar-benar tulus, atau hanya demi mengangkat pamor, ataupun sekedar formalitas saja?
Ada sebuah cerita yang mengisahkan bahwa pada suatu hari terdapat beberapa rekan dari vihara diundang untuk beramah-tamah di sebuah perusahaan yang cukup bergengsi. Bapak pemilik perusahaan tersebut tergolong aktif dalam aktivitas keagamaan. Pada saat itu kebetulan kita semua sedang berdiskusi tentang dana. Tiba-tiba beliau bercerita tentang sumbangannya ke sebuah vihara dengan selembar cek, lalu menyebutkan nilai nominalnya dan menawarkan kepada kami untuk melihat cek yang akan segera disumbangkannya itu. Kami menolaknya secara halus dengan mengemukakan bahwa kami semua percaya kepadanya.
Cerita di atas adalah merupakan sebagian kecil dari lingkungan yang kompleks. Kita banyak melihat orang-orang yang terkenal dan sangat dermawan. Hal tersebut patutlah disyukuri sekali, karena tanpa bantuan dari mereka, agama Buddha belum tentu berkembang sepesat ini di tanah air. Dalam berdana kita sering diberikan surat penghargaan dana, cindera mata, souvenir, dll. Itu merupakan suatu hal yang menyenangkan karena ada perhatian dari lawan pihak dengan menghargai ketulusan serta perhatian yang telah kita berikan.
Dalam agama Buddha, berdana sangatlah dianjurkan, namun tidak dipaksakan. Jadi kita tidak pernah mendengar bahwa sebagai umat yang telah bekerja dan berpenghasilan, diwajibkan untuk menyumbang sepersekian dari penghasilannya untuk berdana. Oleh karena itu, dari dalam diri kita sendiri harus sadar, tidak ada peraturan macam-macam yang mengikat, maka seyogyanya sifat kikir pun harus dikurangi. Sebesar apapun dana yang telah kita berikan dengan niatan yang tulus, mengesampingkan sifat kikir, akan jauh lebih bermakna bila dibandingkan dengan yang mengharapkan pamrih. Banyak hal yang dapat dilihat dari sisi lain dalam berdana. Namun semua itu berbalik ke hati nurani masing-masing. Sampai sejauh manakah ketulusan tanpa pamrih menggugah nurani kita untuk benar-benar mengamalkan Dhamma itu sendiri
Berharap bahwa umat Buddha selalu sadar dan percaya bahwa dengan berdana akan banyak membawa manfaat kebajikan yang berlimpah. Kita juga percaya kebenaran Hukum Kamma, apapun yang kita perbuat baik atau buruk akan berbuah sesuai dengan benih yang di tanam dan itulah kelak yang akan dituai. Sadhu Sadhu Sadhu?