singthung
New member
RENUNGAN
CERMIN KOMITMEN DAN KOMPROMI HIDUP
CERMIN KOMITMEN DAN KOMPROMI HIDUP
Setiap orang pasti mempunyai komitmen dalam kehidupannya, entah untuk apa dan kepada siapa. Kelak ternyata tidak semua komitmen yang kita buat selalu sesuai dengan kemauan kita. Jika terjadi demikian maka rasa kecewa, marah, serta putus asa, satu demi satu mulai menghampiri kita. Di saat seperti inilah peranan kompromi memungkinkan suatu cermin untuk diri kita bagaimana harus bertindak.
Hidup selalu penuh dengan masalah. Sebenarnya apa pengertian masalah itu? Masalah adalah segala sesuatu yang tidak sesuai dengan maksud yang diinginkan. Dengan demikian begitu banyak hal yang belum tentu semuanya sesuai dengan kemauan atau keinginan kita, maka timbullah masalah. Masalah sendiri sebenarnya bukanlah masalah, namun masalahlah yang membuat diri kita menjadi bermasalah. Dengan berbagai cara banyak orang menghindari suatu permasalahan sehingga terkadang bukannya terselesaikan dengan baik, malah semakin runyam, akibatnya stress, sakit kepala, bahkan ekstrimnya sampai mengarah ke percobaan bunuh diri. Kita dapat melihat betapa kompleksnya suatu masalah itu sendiri.
Bersama dengan waktu, manusia tumbuh dan berkembang, tidak hanya secara fisik, namun juga secara mental, begitu pula pikiran juga berkembang seiring manusia semakin beranjak dewasa. Sampai sejauh mana penanganan terhadap suatu masalah banyak tergantung pada pola pemikiran serta kedewasaan sifat seseorang. Usia yang sudah layak dianggap dewasa belum tentu mempunyai sifat dewasa yang berimbang sesuai dengan kedewasaannya. Kita harus menyadari, bahwa segala sesuatu tidak selalu harus sesuai kehendak kita. Oleh sebab itu, kompromi memang sangat diperlukan. Untuk apa?
Kompromi itu perlu guna meng-kompensasikan pemikiran terhadap suatu hal yang tidak sesuai dengan keinginan kita. Pertanyaan lebih lanjut adalah kompromi dalam bentuk apa dan bagaimana? Bentuk kompromi sangat beragam, hal ini termasuk bagaimana mengatasi suatu permasalahan, sehingga tidak terlalu menimbulkan beban bagi diri kita. Contoh cerita sederhana misalnya, Tono tinggal jauh di daerah Bekasi, kebetulan daerah kerja Tono terletak di pusat kota yang tidak saja sibuk tapi juga macet dan ramai, terutama tiap jam masuk kerja, makan siang, dan pulang kantor.
Kantor Tono sangat disiplin, jika karyawannya terlambat lima menit masuk kerja, maka gaji Tono dipotong Rp 5.000,00. Jika lebih dari lima belas menit dipotong Rp 20.000,00. Tono stress sekali dengan masalah ini, setiap mau pergi kerja selalu was-was, "terlambat atau tidak, ya?" Kalau terlambat empat kali saja dalam sebulan sudah terpotong berapa, padahal gaji belum dipotong pajak perusahaan, transportasi, makan siang, dan pengeluaran lainnya yang tak terduga. "Mana cukup begitu" kira-kira pikiran Tono. Sudah mencari pekerjaan jaman resesi ekonomi begini sulit didapat, sudah untung tidak kena PHK di kantor, daripada pengangguran, serba salah Tono jadinya. Selagi bingung Tono berpikir keras berkompromi dengan kompensasi dalam dirinya, dia berpikir karena rumahnya jauh, macet, dan takut teerlambat masuk kerja, maka dia harus mengatur waktu mulai dari bangun tidur, sarapan, sampai jam berapa harus pergi ke kantor. Jam berapa kira-kira menurut perkiraan Tono jalanan tidak macet, sehingga tidak terlambat ke kantor dan tidak dipotong gajinya. Dalam hal ini Tono harus berkorban bangun pagi-pagi, mungkin lebih dari orang lain biasanya.
Hal ini dilakukan oleh Tono untuk memenuhi komitmennya terhadap masalahnya tersebut. Ternyata jika suatu saat, bila Tono melakukan suatu hal secara sadar yang bisa mengganggu komitmennya, misalnya seperti begadang semalam suntuk, sehingga bisa terlambat bangun dan terlambat ke kantor keesokan harinya, maka hal tersebut adalah merupakan resiko yang harus ditanggungnya. Demikian pula, biasanya jam-jam yang menurut Tono tidak ramai dan selalu lancar ternyata menjadi sebaliknya pada saat tersebut, sehingga Tono telat masuk kantor, maka dia harus terima, walaupun kesal dan kecewa, tapi paling tidak dia sudah berusaha berkompromi dengan situasi yang ada, sekalipun suatu waktu terjebak pula di dalamnya. Hal ini lebih baik, daripada dia tidak punya komitmen sama sekali dalam "agendanya", maka dia akan semakin terperangkap dalam masalahnya dan stresspun menjadi berkepanjangan.
Seperti pada kasus tragedi WTC, yang sangat mengguncangkan dunia, semua panik dan terkesima karena peristiwa itu. Apa,siapa yang harus bertanggung jawab serta yang bersalahpun diperdebatkan Semua pihak mengemukakan pendapatnya masing-masing, mereka menghadapi masalah dan berusaha berkompromi dengan permasalahan yang mereka hadapi, walaupun tidak sedikit pengorbanan yang diperlukan untuk mencapai kompromi dalam diri mereka terhadap komitmen yang telah disepakati.
Segala sesuatu ada untung dan rugi, termasuk juga dalam hal kompromi. Semua itu adalah cermin dari kehidupan, bagaimana dalam keadaan yang bermasalah kita harus dapat berpikir jernih. Solusi ataupun cara yang ingin ditempuh untuk kompromi beraneka ragam, dari yang sederhana sampai yang ekstrim. Namun demikian sebagai umat Buddha, kita sudah mengenal Dhamma, asalkan kompromi yang kita jalankan tidak merusak serta merugikan orang lain dan dapat menimbulkan dampak positif untuk kita, sejauh yang diperlukan tidaklah menjadi persoalan. Berat atau ringannya suatu masalah diukur dari tingkat kemampuan seseorang dalam menghadapi dan menerima masalah itu sendiri. Pengalaman adalah guru yang terbaik.
Pengalaman sangatlah berharga. Kita dapat lebih berpikiran dewasa dan bijaksana karena belajar dari pengalaman. Jangan sampai kita melakukan kesalahan, dan mengulangi kesalahan yang sama, akhirnya terperangkap dalam lubang yang sama. Berdamailah dengan diri dan hati sehingga setiap saat kita dapat selalu waspada.