singthung
New member
Meskipun mengucapkan kata-kata yang merdu, berpenampilan menarik, namun apabila batinnya masih penuh dengan keserakahan, iri hati dan kebohongan, maka ia tak pantas disebut sebagai orang baik dan bijaksana
(Dhammapada XIX:7)
Kemenangan Atas Mara
(Dhammapada XIX:7)
Kemenangan Atas Mara
Mara, Sang Raja Kejahatan, menjelma menjadi makhluk yang mengerikan dengan seribu tangan yang masing-masing memegang senjata yang mematikan. Bersama dengan pasukannya yang menakutkan, ia meraung dan menerjang dengan menunggangi gajahnya, Girimekhala. Sang Raja Bijaksana menaklukkannya dengan membangkitkan kekuatan kesempurnaan Dana serta lainnya. Dengan kekuatan kemenangan agung Sang Buddha, semoga berkah dan kemenangan menjadi milikku.
Sepuluh kesempurnaan (dasa-parami) terdiri dari :
1. Memberi (dana)
2. Pemurnian moral (sila)
3. Pelepasan (nekkhama)
4. Kebijaksanaan(pa??a)
5. Usaha benar (viriya)
6. Kesabaran (khanti)
7. Kebenaran (sacca)
8. Tekad (aditthana)
9. Cinta-kasih universal (metta)
10.Ketenangseimangan (upekkha)
Kesepuluh parami itu disempurnakan dalam tiga tahap :
1. Parami para Arahat
2. Upaparami para Pacceka Buddha
3. Paramattha Parami para Sammasambuddha.
Seorang pencari kebenaran yang telah menyempurnakan kesepuluh parami dan dengan tekun mengikuti ajaran Sammasambuddha, akan menjadi seorang Arahat, siswa Sammasambuddha yang tercerahkan. Pencari Kebenaran yang telah menyempurnakan dua puluh upaparami, kesepuluh parami sebanyak dua kali, akan menjadi seorang Pacceka Buddha, Buddha Pertapa, yang muncul di dunia bila ajaran dari Sammasambuddha telah lenyap. Pencari kebenaran yang dikenal sebagai Bodhisatta yang telah menyempurnakan tiga puluh paramattha parami, kesepuluh parami sebanyak tiga kali, selama waktu tak terhingga yang diukur dalam aeon, akan menjadi Sammasambuddha.
Arahat mencapai Nibbana hanya dengan mengikuti jalan yang telah ditunjukkan Sammasambuddha. Pacceka Buddha, seperti Sammasambuddha, mencapai nibbana dengan usahanya sendiri tetapi tidak dapat menolong makhluk lain untuk mencapainya. Sammasambuddha adalah Sang Penyelamat. Ia tidak hanya mencapai Nibbana dengan usahanya sendiri, namun juga menolong makhluk lain yang tak terhitung banyaknya untuk mencapainya. Arahat, muridnya yang tercerahkan, meneruskan dan mempertahankan ajaran Sang Penyelamat yang sekaligus merupakan proses pembebasan setelah wafatnya (parinibbana) Sang Guru Agung.
Sang Buddha yang telah menyempurnakan tiga puluh parami, menjadi sumber kebijaksanaan, kebajikan dan kekuatan. Ia, dengan kekuatan paraminya yang tak tertandingi, mengalahkan kekuatan kejahatan yang paling kuat, Mara, dan menolong para pengikutnya untuk melakukan hal yang sama. Mara mengikat para makhluk dalam ikatan samsara. Sang Buddha membantu para pencari kebenaran agar mampu membangkitkan kekuatannya yang tak tertandingi dan menggunakan kekuatan spiritualitasnya yang tak terbatas untuk mengatasi segala rintangan dan bahaya yang diciptakan Mara. Oleh karena itu, para pencari kebenaran mengucapkan: "Melalui kemenangan sempurna Sang Buddha, semoga berkah dan kemenangan menjadi milikku".
Pada bulan purnama di bulan Vesakha (Mei), suatu keheningan yang agung meliputi seluruh sudut hutan Uruvela. Di tepi sungai Neranjara, Gotama merenungkan suatu penglihatan yang timbul dari kesadarannya, seperti goresan perak timbul dari kedalaman samudera pikiran menjadi tekad ini:
Mengikuti tradisi dari keturunan yang tak tertandingi,
Para Buddha masa lampau,
Para Pemenang yang tak tertandingi,
Para Pangeran dalam kelahirannya yang terakhir,
Pelepas tahta kerajaan demi sebuah pondok pertapa,
Pencapai penguasaan diri dan kebijaksanaan,
Yang lebih hebat bahkan daripada raja-raja terhebat,
Pendaki puncak spiritual, Bodhi,
Hanya mereka sajalah yang pantas disebut Penyelamat Dunia,
Tradisi bersejarah ini akan Saya genapi hari ini!
Waktu saya untuk muncul telah tiba!
Tekad ini menandai awal dari pertempuran tak tertandingi dengan kekuatan terhebat di ketiga alam, Mara dan penaklukannya yang telah dapat dipastikan.
Kini, duduk di bawah pohon Bodhi, Gotama memasuki tingkat Samadhi yang tertinggi selama beberapa jam.
Ia baru berumur tiga puluh lima tahun hari itu. Namun ia telah menghabiskan enam tahun yang menyengsarakan dengan mempraktekkan penyiksaan yang ekstrim, berusaha menjadi seorang Buddha dan membuka pintu gerbang pembebasan bagi semua makhluk.
Ketika Gotama melepaskan kehidupan keduniawiannya sebagai seorang pangeran, ia telah bertekad kepada orang tua, isteri dan anaknya yang sedang tidur, bahwa ia hanya akan kembali setelah ia berhasil memecahkan teka-teki kelahiran, kematian dan kelahiran kembali yang berulang-ulang. Penyelesaian tugas berat yang misterius dan tak terduga ini merupakan kemampuan istimewa seorang Buddha. Semua makhluk adalah tahanan dari Raja Kematian, Mara. Dengan melenyapkan Mara, Sang Buddha memimpin makhluk-makhluk menuju kekekalan (Nibbana). Teka-teki samsara yang nyata dan terlihat adalah sakit dan kematian, kekotoran batin, godaan dan kemelekatan, dimana Mara menggunakannya untuk mempermainkan kehidupan makhluk-makhluk dan mengikat mereka dalam kehidupan keduniawian.
Pangeran Siddhattha Gotama, yang telah beribu tahun menyempurnakan paraminya, telah menyadari bahwa kebebasan hanya dapat dicapai dengan menaklukkan kejahatan yang mengotori pikiran. Kekotoran batin itulah yang telah menyeret seseorang dalam lingkaran kamma dan tumimbal lahir. Ia menyadari pula bahwa penaklukkan atas kematian hanya dapat dicapai dengan menemukan jalan menuju keadaan tanpa-kematian dan kebahagiaan sejati yang disebut Nibbana. Dengan demikian, maka ia memiliki tujuan yang jelas dan pasti untuk mencapai puncak spiritualitas tertinggi, Pencerahan Sempurna.
Gotama telah menghabiskan tak terhitung banyaknya kehidupan untuk menyempurnakan paraminya yang akan membawa menuju pencerahan. Untuk menyempurnakan paraminya, ia telah menunda pembebasan dirinya sendiri. Ia telah berjuang dengan pengabdian dan tekad yang luar biasa selama waktu yang tak terhitung lamanya. Kini, saatnya telah tiba bagi dirinya untuk memetik buah kesempurnaannya.
Maka, bulan purnama Vesakha pun menjadi saksi bagi berbunganya parami-parami ini menjadi teratai Bodhi yang sempurna, yang mengubah Gotama menjadi Sang Tercerahkan yang Maha-tinggi, Sang Penyelamat, Bhagava ketiga dunia.
Sang Buddha tidak hanya terbebaskan namun ia juga Sang pembebas. Terdapat perbedaan yang besar antara seorang suci yang terbebaskan dengan Buddha Sang Pembebas. Orang suci yang terbebaskan melepaskan diri dari ikatan duniawi dengan menekuni jalan yang ditunjukkan gurunya sedangkan Sang Buddha adalah penemu jalan dan tidak mengikuti jalan dari orang lain untuk mencapai Bodhi. Ia adalah Pencapai yang mandiri (Sayambhu), Sang Penemu Jalan (Sambuddha) dengan sepuluh ciri-ciri Sang Penyelamat, dan Guru Spiritual baik bagi para dewa maupun manusia (Satta deva manussanam). Oleh karena itu Sang Buddha, yang telah mematangkan kesepuluh parami dan kekuatan supernormal, adalah sumber mata air yang memancarkan kebijaksanaan, kebajikan dan kekuatan.
Sebaliknya, Mara adalah sumber dari segala kejahatan dan ikatan yang menyebabkan kelahiran kembali serta kematian. Mara bukanlah makhluk khayalan belaka. Mara adalah makhluk sakti yang memancarkan pengaruh tak terlihat yang mengikat pikiran makhluk-makhluk. Kesepuluh parami serta kesepuluh kekuatan Buddha, dasabala, melambangkan cahaya dan semua yang bajik. Sepuluh kekuatan jahat Mara, yang dikenal dengan kilesa, adalah kekotoran batin. Kilesa ini merusak pikiran dan meracuni suasana spiritual baik di dalam maupun di luar diri untuk menghancurkan harmoni yang disebabkan hukum Dhamma. Mara melambangkan kegelapan dan semua yang jahat.
Bila Sang Buddha adalah sumber kebebasan, kebijaksanaan, serta kebajikan, maka Mara adalah sumber segala ikatan, kebodohan serta kejahatan. Kesepuluh senjata kilesa Mara adalah:
1. Keserakahan, nafsu (lobha)
2. Kebencian, kemarahan (dosa)
3. Kebodohan batin, khayalan (moha)
4. Kecongkakan, kesombongan (mana)
5. Kepercayaan sempit dan membuta (ditthi)
6. Keragu-raguan, sinisme (vicikiccha)
7. Kemalasan, kelesuan, kelambanan (thina)
8. Kegelisahan, kekacauan pikiran (uddhacca)
9.Tidak memiliki rasa malu berbuat jahat atau hati nurani (ahirika)
10.Tidak memiliki rasa takut akan akibat kejahatan, kecerobohan (anottappa)
Kesepuluh kilesa ini menampakkan diri dalam berbagai wujud, seperti samyojana, yaitu belenggu mental yang mengikat orang agar tetap dalam lingkaran kamma dan kelahiran terus-menerus (punarjanma); sebagai asawa, yaitu racun mental yang menciptakan karma buruk yang menyebabkan manusia terus terperangkap.
Pada pagi hari setelah samadhi, Gotama melihat Sujata, istri dari kepala suku setempat, menunggu dengan hormat untuk memberikan nasi-susu (payasa) dalam sebuah mangkuk emas. Beliau memberkahinya dan menerima dana makanan tersebut yang berperan penting dalam menunjang hidupnya sampai tujuh minggu kemudian. Setelah membersihkan tubuhnya di sungai Neranjara, beliau memakan payasa itu. Kemudian untuk membuktikan kebenaran dari penglihatannya, Ia melempar mangkuk emas tersebut ke sungai sambil berpikir "Bila hari ini tiba saatnya bagi saya untuk mendaki dan mencapai puncak pencerahan, maka biarlah mangkuk ini hanyut melawan arus." Maka, terjadilah! Mangkuk itu hanyut melawan arus dan hilang di tengah-tengah sungai! Merasa yakin, beliau pergi ke bawah pohon Bodhi sambil mengumpulkan rumput kusa untuk alas duduk dan kemudian duduk dengan menghadap ke timur.
Bagaikan seorang prajurit yang tak terkalahkan yang akan maju ke medan perang, ia mengawali pertempuran terakhirnya dengan mengucapkan tekadnya yang tak tergoyahkan: "Biarlah daging, tulang, otot dan kulitku mengerut dan biarlah darahku mengering, Aku tidak akan menyerah dari tekadku! Aku tidak akan pernah beranjak dari sini, sampai aku mencapai Pencerahan Sempurna!".
Mendengar tekad ini, Mara pun sangat marah. Ia merasa kekuasaannya ditentang. Ia merasa kekuasaannya terancam tidak hanya oleh Gotama saja tetapi juga bagi banyak orang yang akan menyeberang sampai di pantai pembebasan dimana ia tidak lagi berkuasa. Karenanya si penguasa kejam dari alam maya memutuskan menggagalkan usaha Gotama untuk lepas dari kekuasaannya.
Maka, pada sore hari, pertempuran yang mematikan antara Bodhisatta Gotama dengan Mara dimulai. Mara bersama pasukannya yang besar menyerang tiba-tiba dan mengelilingi Bodhisatta. Pasukannya, yang terdiri dari makhluk-makhluk dengan kesaktian yang mematikan masing-masing menjelma menjadi makhluk yang mengerikan dan jahat, menyerang Sang Makhluk Agung, Mahasatta. Dengan keyakinan bahwa bila Gotama berhasil lepas dari kekuasaannya maka tidak hanya ia saja yang terbebas namun ia juga akan membebaskan banyak orang, Mara pun memerintahkan pasukannya untuk menyerang. Mara menjelma menjadi makhluk mengerikan dengan seribu tangan yang masing-masing memegang senjata mematikan. Ia menunggangi gajah yang menakutkan dan kejam, Girimekhala, kemudian menyerang untuk menggoyahkan pikiran Gotama yang tenang. Gotama tetap tak bergeming dan berkonsentrasi dalam meditasinya.
Mara membuat hutan menjadi gelap gulita dan menciptakan petir-petir untuk menakuti Sang Pangeran Sakya. Ia menciptakan badai dan angin ribut, menjatuhkan air es kemudian air mendidih. Setelah itu ia menjatuhkan debu panas, pasir panas, kerikil dan batu patas. Ia mengirimkan sambaran angin yang mematikan yang hampir mencabut pohon-pohon di hutan kemudian diikuti pula dengan angin yang beracun dan mematikan. Mara berusaha menggoyahkan Siddhattha Gotama dengan beratus cara lainnya. Ia menciptakan bentuk-bentuk wanita yang menarik dan menggoda di langit yang berbisik menggoda Sang Suci. Ia bahkan mengirim anak perempuannya untuk mengejek kesia-siaan usaha Gotama, bahkan membuatnya tampak tak berarti. Kemudian Mara sendiri menawarkannya menjadi penguasa dunia dengan kekuatan tanpa batas dan kenikmatan tak terkira bila ia mau menyerah.
Sang Bodhisatta, dengan keyakinan yang tak tergoyahkan serta ketenangan tak tertandingi, tidak memedulikannya dan terus melanjutkan berbagai tahap meditasi. Dalam usaha terakhir untuk melenyapkan ikatan-ikatan jahat, ia menggunakan simpanan kekuatan kebajikan yang tak tertandingi dari kesepuluh Paramattaha Parami. Kemudian ia menyentuh tanah dengan jari tengahnya bagaikan meminta bumi untuk menjadi saksi bagi perjuangannya yang gagah berani selama waktu yang tak terhitung untuk menyempurnakan paraminya. Begitu kuatnya permintaannya hingga bumi, dunia lainnya bahkan segenap alam semesta bergetar untuk menghormat Sang Calon Buddha. Mara menjadi ketakutan hingga melarikan diri bersama dengan pasukannya. Kemudian pada saat itu tepat bulan purnama terbit di horison timur sementara matahari terbenam di horison barat. Pada saat yang bersejarah ini, Gotama telah menaklukkan Mara, menjadi Pemenang Sempurna, Sang Buddha!
Kitab suci menggambarkan Sang Buddha kemudian mengembangkan berbagai macam kemampuan pandangan terang serta menghabiskan tujuh minggu melatih kekuatan agung dari Pencapai yang mandiri (Sayambhu) ini, Maha Tahu (Subbannu), Penemu tertinggi, dan Yang Sepenuhnya Tercerahkan (Sambuddha).
Sang Buddha tetap dalam samadhi selama tujuh minggu berturut-turut, menikmati kebahagiaan kebebasan. Pernyataannya yang pertama setelah kemenangan atas Mara adalah :
"Pintu ke tanpa-kematian telah terbuka.
Biarlah mereka yang memiliki telinga meletakkan kepercayaan!".