Sebagai tanda jasa atas berakhirnya masa bakti anggota DPR periode 2004-2009, sekretariat DPR telah mengalokasikan dana miliaran rupiah untuk pembelian cincin emas dan lencana bagi para anggota dewan. Anggaran yang disebut-sebut mencapai Rp 5 miliar itu sudah diatur oleh Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) DPR.
Sebelumnya suara di internal DPR sempat pecah tentang rencana pembelian cincin emas ini, pasalnya pimpinan fraksi merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut. Lain halnya dengan beberapa anggota fraksi lain yang berpendapat bahwa pemberian ini wajar saja, bagi mereka yang penting bukan harganya melainkan bentuk apresiasi dan kenang-kenangannya. Sedangkan Sekjen DPR Nining Indra Saleh sendiri telah menegaskan kembali bahwa untuk beli cincin angkanya tidak sebesar itu (Rp 5 miliar), melainkan “hanya” sebesar Rp 1.9 miliar, sedangkan sisa anggaran Rp 3.1 miliar digunakan untuk membuat lencana bagi calon anggota dewan yang baru.
Seperti yang kita sama-sama ketahui sebelumnya bahwa kinerja DPR periode 2004-2009 hanya membuat UU pemekaran daerah yang menimbulkan indikasi korupsi mencapai 2.000 perkara. Sedangkan UU yang penting seperti UU Tipikor, Mahkamah Agung dan UU Komisi Judisial tak kunjung ada hasilnya. Mengingat kenyataan bahwa DPR periode 2004-2009 dinilai tidak punya prestasi yang dapat dibanggakan, seharusnya mereka (para anggota DPR tersebut) keluar dari gedung DPR dengan tertunduk malu bukannya malah membusungkan dada dengan menunjukkan cincin emas yang melingkar di jari.
Belum lagi kenyataan miris bahwa lebih dari 100 juta rakyat Indonesia masih hidup dibawah Rp. 20.000,- per hari. Mengingat Indonesia terutama di masa pemerintahan SBY-JK ini masih menjadi negara paling korup se-Asia Tenggara (menurut riset PERC) dan ditambah lagi pernyataan dari Global Corruption Report yang menyatakan bahwa DPR merupakan lembaga terkorup, kok rasanya aneh ya untuk lebih mementingkan tradisi (pemberian cinderamata kepada anggota DPR) di atas kepentingan rakyat. Apakah hal ini lebih pantas diperjuangkan dibanding memperbaiki taraf hidup rakyat? Bayangkan saja kalau Rp. 5 miliar tersebut digunakan untuk memperbaiki taraf hidup rakyat miskin.
[Hasil riset Political and Economic Risk Consultancy pada tahun 2005 menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup se-Asia dengan skor 9,44 (dari skala 10, dengan 0 paling bersih dan 10 paling korup). Sedangkan pada tahun 2009 Indonesia masih dinyatakan sebagai negara paling korup di Asia dengan skor 8,32. Meskipun KPK sudah berusaha keras dalam memberantas korupsi sangat disayangkan negara kita hanya mampu naik 1,12 poin dalam jangka waktu 4 tahun.]
Sebelumnya suara di internal DPR sempat pecah tentang rencana pembelian cincin emas ini, pasalnya pimpinan fraksi merasa tidak dilibatkan dalam pengambilan keputusan tersebut. Lain halnya dengan beberapa anggota fraksi lain yang berpendapat bahwa pemberian ini wajar saja, bagi mereka yang penting bukan harganya melainkan bentuk apresiasi dan kenang-kenangannya. Sedangkan Sekjen DPR Nining Indra Saleh sendiri telah menegaskan kembali bahwa untuk beli cincin angkanya tidak sebesar itu (Rp 5 miliar), melainkan “hanya” sebesar Rp 1.9 miliar, sedangkan sisa anggaran Rp 3.1 miliar digunakan untuk membuat lencana bagi calon anggota dewan yang baru.
Seperti yang kita sama-sama ketahui sebelumnya bahwa kinerja DPR periode 2004-2009 hanya membuat UU pemekaran daerah yang menimbulkan indikasi korupsi mencapai 2.000 perkara. Sedangkan UU yang penting seperti UU Tipikor, Mahkamah Agung dan UU Komisi Judisial tak kunjung ada hasilnya. Mengingat kenyataan bahwa DPR periode 2004-2009 dinilai tidak punya prestasi yang dapat dibanggakan, seharusnya mereka (para anggota DPR tersebut) keluar dari gedung DPR dengan tertunduk malu bukannya malah membusungkan dada dengan menunjukkan cincin emas yang melingkar di jari.
Belum lagi kenyataan miris bahwa lebih dari 100 juta rakyat Indonesia masih hidup dibawah Rp. 20.000,- per hari. Mengingat Indonesia terutama di masa pemerintahan SBY-JK ini masih menjadi negara paling korup se-Asia Tenggara (menurut riset PERC) dan ditambah lagi pernyataan dari Global Corruption Report yang menyatakan bahwa DPR merupakan lembaga terkorup, kok rasanya aneh ya untuk lebih mementingkan tradisi (pemberian cinderamata kepada anggota DPR) di atas kepentingan rakyat. Apakah hal ini lebih pantas diperjuangkan dibanding memperbaiki taraf hidup rakyat? Bayangkan saja kalau Rp. 5 miliar tersebut digunakan untuk memperbaiki taraf hidup rakyat miskin.
[Hasil riset Political and Economic Risk Consultancy pada tahun 2005 menempatkan Indonesia sebagai negara paling korup se-Asia dengan skor 9,44 (dari skala 10, dengan 0 paling bersih dan 10 paling korup). Sedangkan pada tahun 2009 Indonesia masih dinyatakan sebagai negara paling korup di Asia dengan skor 8,32. Meskipun KPK sudah berusaha keras dalam memberantas korupsi sangat disayangkan negara kita hanya mampu naik 1,12 poin dalam jangka waktu 4 tahun.]