Psikosomatis

dhimas_vale23

New member
Kegagalan dalam melakukan penyesuaian terhadap berbagai persoalan bukan hanya menimbulkan gangguan psikis atau mental saja. Gejala gagal dalam melakukan penyesuaian bisa muncul dlam bentuk gangguan-gangguan yang bersifat ketubuhan/fisik karena pada dasarnya antara badan dan jiwa merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan, sehingga gangguan terhadap salah satu di antaranya menimbulkan gangguan pada lainnya. Inilah yang kemudian disebut gangguan psikosomatik.
Penemuan-penemuan terbaru berkaitan dengan kerja otak semakin menambah keyakinan akan hubungan yang erat antara fisik dan mental. Oleh karena itu penyembuhan penyakit-penyakit psikosomatik perlu melibatkan interaksi fisik mental.

Kaitan antara badan dan jiwa
Secara singkat dapat dijelaskan bahwa antara badan dan jiwa terdapat hubungan yang sangat erat. Ini berlainan dengan pandangan dualisme yang menyatakan bahwa antara badan dan jiwa terpisah dan bisa dibedakan. Berdasarkan penelitian, otak ternyata merupakan pusat integrasi dari badan dan jiwa ini.
Otak manusia selain merupakan pusat pikir (otak besar) yang merupakan pusat kesadaran, juga merupakan pusat emosi (otak kecil maupun batang otak). Jadi sebenarnya antara pikiran dan emosi terdapat jalinan yang sangat erat karena semuanya terjadi di otak. Berdasarkan anatomi seperti inilah, maka muncul istilah kecerdasan emosi, yaitu bagaimana orang bisa mengelola emosi sehingga berguna untuk meningkatkan kualitas hidup.
Emosi pada gilirannya akan mempengaruhi kerja sistem saraf, hormonal maupun fungsi otak lainnya. Orang yang cerdas secara emosi akan mampu mengintegrasikan kerja seluruh bagian otaknya sehingga mampu berfungsi secara optimal. Misalnya, ketika menghadapi suatu persoalan, otak kecil akan bereaksi sehingga memacu pengeluaran hormon yang ada di otak. Hormon ini pada gilirannya akan mempengaruhi kerja kelenjar hormon lainnya yang ada di tubuh, misalnya seperti kelenjar adrenal yang terdapat pada ginjal. Bagian dalam kelenjar adrenal memproduksi hormon adrenalin yang menyebabkan reaksi emosi takut dan hormon noradrenalin yang menyebabkan emosi marah. Karena rangkaian seperti inilah maka kita bisa merasakan emosi marah atau takut dan berbagai macam emosi lainnya dalam jangka waktu yang agak lama. Apalagi karena hormon-hormon tersebut diserap oleh tubuh dengan perlahan-lahan. Hormon-hormon ini pada gilirannya akan mempengaruhi reaksi saraf otonom dalam jangka waktu yang agak lama juga. Inilah sebabnya mengapa orang yang mengalami stres atau emosi yang tinggi dalam jangka waktu yang lama akhirnya mudah menjadi sakit ini disebabkan fungsi organ tubuh yang tidak seimbang lagi ( mengalami ketegangan dalam jangka waktu yang lama) sehingga mengganggu metabolisme maupun daya tahan tubuh. Otak besar (cerebral cortex) berfungsi melakukan evaluasi terhadap derajad pentingnya situasi tersebut, sehingga menentukan juga tingkat emosi yang terjadi. Selain itu, otak besar turut menentukan antisipasi terhadap peristiwa yang sama pada masa akan datang maupun memilih alternatif untuk melakukan koping terhadap peristiwa yang dialami.
Kecerdasan emosi pada dasarnya membantu individu untuk menemukan cara-cara yang konstruktif untuk menguatkan hubungan/jalur antara otak besar (yang berfungsi sebagai pusat berpikir) dengan pusat emosi sehingga individu tidak hanya menggunakan otak kecil maupun batang otak (pusat emosi) untuk melakukan reaksi terhadap peristiwa-peristiwa yang dihadapi.

Teori-Teori Psikosomatis
Teori-teori psikosomatik sangat beragam. Psikologi sendiri sekurangnya memiliki dua teori dasar untuk menjelaskan gangguan psikosomatik ini.
Teori-teori psikosomatik formal mula-mula dipengaruhi oleh gagasan Freudian yang menyatakan bahwa simtom-simptom bisa merupakan ekspresi simbolik dari konflik-konflik yang tidak disadari, dorongan –dorongan dan harapan-harapan yang di represi, di mana hal tersebut dapat diketemukan dalam sejarah perkembangan individu. Teori-teori yang dipengaruhi paham psikoanalisis ini dimasukkan ke dalam teor-teori simbol-simbol (symptom-symptom theories), yang menyatakan bahwa organ atau sistem yang terkena memiliki makna simbolis bagi pasien (Lachman, 1972; Totman, 1982).
Masalah yang timbul berkaitan dengan pendekatan psikoanalisis ini secara umum didasarkan atas dua kesulitan, yaitu:
a.Definisi dari proses seperti ketidaksadaran mengakibatkan teori-teori tersebut secara apriori sulit untuk didefinisikan dan dapat didemonstrasikan secara meyakinkan dalam penelitian; dan
b.Proposisi kunci pada kebanyakan teori-teori tersebut adalah bersifat dualistik—secara eksplisit maupun implisit berpegangan pada pemikiran bahwa perasaan-perasaan menyebabkan kondisi fisiologis.
c.Sebagian besar kritik terhadap pendekatan psikoanalisis ini dapat diturunkan pada salah satu atau kedua poin tersebut di atas. Penelitian-penelitian yang dilakukan oleh sebagian besar studi kasus gagal untuk menemukan kriteria bagi objektivitas ilmiah yang dapat diaplikasikan minat pada formulasi psikoanalisis berangsur-angsur menurun. Alasan utama menurunnya minat pada tradisi psikoanalisis adalah tumbuhnya popularitas aliran behaviorisme gaya Skinner.
Teori-teori behavioristik yang menjelaskan gangguan psikosomatik pada umumnya kalau disederhanakan adalah sebagai berikut (Lachman, 1072):


situasi-situasi stimulus, apakah eksplisit atau implisit, menimbulkan sejumlah variasi kondisi internal, meliputi aktivitas-aktivitas fisiologis yang dimengerti sebagai aspek-aspek pokok pada tingkah laku emosional. Jika pola reaksi yang muncul (atau beberapa bagian darinya) adalah bersifat intens dan berlangsung dalam jangka waktu yang mencukupi, maka perubahan struktural maupun fisiologis yang menetap mungkin akan timbul sebagai suatu konsekuensi langsung.
Umumnya penelitian-penelitian yang dilakukan akan mengacu ada bagan tersebut di atas, yaitu berusaha mengukur perubahan fisiologis yang terjadi pada tubuh, atau emosi yang timbul dari situasi tertentu dan mengaitkannya dengan gangguan psikosomatis yang terjadi.

Penutup
Secara singkat gangguan psikosomatik merupakan bentuk gangguan kesehatan yang umum dijumpai di masyarakat, tapi masih sedikit yang menyadari bahwa penyebabnya adalah masalah psikologis. Bahkan tidak banyak penderita yang berusaha menggunakan terapi psikologis untuk menyembuhkan penyakit psikosomatis.
Penyakit-penyakit psikosomatik biasanya berkaitan dengan kerja saraf otonom. Faktor budaya serta kepribadian juga memegang peranan terhadap jenis dan gejala psikosomatis yang dimunculkan.
Upaya mengangani gangguan psikosomatik secara integral perlu mulai dikembangkan penekatan medis saja tidaklah cukup bagi kesejahteraan pasien terutama dengan gangguan psikosomatik ini. Apalagi efek jangka panjang dari medikasi yang berakibat merugikan sering kali tidak diperkirakan sebelumnya. Sementara itu terapi psikologi perlu dikembangkan untuk juga bukan hanya melulu mengatasi gejala-gejala psikis saja, melainkan diperluas untuk menyentuh aspek fisik.

Sumber bacaan
Siswanto. KESEHATAN MENTAL: Konsep, Cakupan dan Perkembangannya. Penerbit ANDI. Yogyakarta. 2006.
 
Bls: Psikosomatis

oh gitu ya....
guruku sempet bilang klo stres berat bisa bikin sakit perut, itu termasuk psikosomatis ga?
 
Back
Top