Kalina
Moderator

[ Rabu, 23 Juli 2008 ]
Duit Eropa Kalahkan Gengsi NBA
National Basketball Association (NBA) mungkin adalah liga paling bergengsi di dunia. Tapi, liga itu bukan lagi yang paling royal soal gaji. Karena melemahnya dolar Amerika Serikat, banyak orang sekarang lebih senang main di Eropa dan menggali euro.
BERMAIN di NBA, rupanya, bukan lagi impian semua orang. Khususnya para pemain asal Eropa. Berkat melemahnya dolar Amerika Serikat (AS), mereka sekarang bisa mendapatkan lebih banyak penghasilan bergabung di tim-tim Eropa. Hebohnya, para pemain asal AS pun sekarang melirik pindah benua.
NBA boleh lebih bergengsi. Soal kantong, Eropa lebih mengisi. Dalam beberapa bulan terakhir, sejumlah pemain NBA asal Eropa memilih pulang kampung. Juan Carlos Navarro, point guard utama Memphis Grizzlies asal Spanyol, memilih kembali ke klub lamanya, Barcelona. Dia mendapat tawaran USD 20 juta (Rp 180-an miliar) untuk lima tahun ke depan. Angka itu lebih tinggi daripada yang bisa diberikan tim-tim NBA.
Jorge Garbajosa (Toronto Raptors), Tiago Splitter (San Antonio Spurs), dan Bostjan Nachbar (New Jersey Nets) juga memutuskan pulang ke Eropa. Nenad Krstic, juga andalan Nets, sekarang pun menimang-nimang kemungkinan pulang ke Eropa.
Para pemain dari negara lain sekarang juga memilih Eropa daripada Amerika. Yang paling signifikan adalah forward Toronto Raptors asal Argentina, Carlos Delfino. Dia memilih bergabung ke Khimiki Moscow daripada menerima tawaran Detroit Pistons. Nilainya lumayan, USD 13,5 juta untuk tiga musim.
Semula, pergerakan pemain asing tersebut tidak terlalu mengkhawatirkan NBA. Namun, begitu pemain-pemain AS mulai memilih euro daripada gengsi NBA, mereka pun mulai memperhatikan masalah itu secara serius.
Pertama, kasus Brandon Jennings, seorang pemain SMA spektakuler (disebut mendekati LeBron James). Aturan NBA menyebutkan, seorang pemain lulusan SMA harus menunggu setahun sebelum boleh ikut NBA Draft. Biasanya, mereka ikut liga lain yang lebih kecil atau (kebanyakan) bergabung di NCAA (liga universitas).
Jennings membuat keputusan besar. Baru saja lulus SMA beberapa pekan lalu, dia memilih terbang ke Eropa. Alasannya, tentu duit. Kalau di NCAA, dia adalah pemain amatir, hanya mendapatkan uang saku (dan harus kuliah!). Kalau di Eropa, dia bisa langsung dapat duit besar.
Jennings meneken kontrak tiga tahun bersama Roma, Italia. Nilainya tidak disebutkan berapa. Yang pasti, manajemen Jennings membuka peluang untuk kembali ke AS. Setiap tahun dia punya opsi untuk keluar dari kontrak, ikut NBA Draft.
Kasus kedua lebih mengkhawatirkan NBA. Josh Childress, salah seorang pemain pilar Atlanta Hawks, mungkin akan pindah ke Eropa daripada bertahan di NBA. Kontraknya memang baru habis. Dan, tim-tim tentu berminat merekrut dia dengan bayaran di kisaran USD 5 juta per musim. Tapi, di Eropa, dia bisa mendapatkan bayaran lebih dari itu.
Minggu lalu (20/7), Childress dan manajernya terbang ke Yunani, bertemu dengan Olympiakos. Dia mendapat tawaran USD 20 juta untuk tiga tahun. Peluang pindah itu sekarang sudah fifty-fifty. ''Kecuali ketika di sana dia merasa tidak betah, tidak ada alasan baginya untuk menolak kontrak itu,'' kata seorang petinggi tim NBA, seperti dilansir Associated Press.
Seandainya Childress benar-benar memilih pindah, pintu-pintu lain akan ikut terbuka. Jangan kaget kalau pemain-pemain ''berbintang tanggung'' lain ikut terbang ke Eropa.
Apalagi, daya tariknya bukan hanya gaji lebih besar. Di Eropa, tim-tim mau membayar pajak penghasilan sehingga semua nilai kontrak adalah bersih. Sementara di Amerika, gaji belum termasuk dipotong pajak.
Bostjan Nachbar, yang baru saja meneken kontrak tiga tahun bersama Dynamo Moscow (bernilai USD 14,3 juta), melontarkan peringatan itu secara lantang. ''NBA harus lebih hati-hati. Tim-tim Eropa menawarkan lebih banyak uang. Plus tidak ada pajak,'' tandasnya. (aza)