Ukuran brengseknya seperti apa nih??
Kalau daku dulu terbilang badung, setidaknya terlihat badung di lingkungan keluarga. Tipe pemberontak gitulah, walau nggak terlalu berlebihan sih. Dari Gymnasium Skola (setingkat SMU kalo di sini) udah mulai merokok, kalau summer holidays tau-tau udah kabur bareng temen-temen backpacking nggak ada tujuannya yang penting ngabisin liburan selama 62 hari, terus bikin tattoo, saat kuliah juga nggak terlalu semangat-semangat amat, mungkin karena terbebani dengan kakak dan adikku yang cukup brilian di bidang akademis. Daku cuma kuliah di sebuah universitas lokal, dan itu cukup membuatku punya beban psikologis mengingat kakakku berkuliah di salah satu perguruan tinggi terbaik di dunia, begitu juga dengan adikku, berkuliah di di salah satu sekolah kedokteran terbaik di dunia, sedangkan daku cuma kuliah di jurusan ecek-ecek.
Itu membuatku malas-malasan berkuliah, dan lebih menyalurkan hobi nakalku.

)
Dipandang sebelah mata, sering banget, di-under estimate, hampir setiap saat, dibanding-bandingkan, lebih dari sering terutama kalau bertemu dengan keluarga semisal paman atau tante.
Tapi itulah hidup. Nggak akan selamanya berpijak pada tempat yang sama. Dan itu yang daku syukuri. Hidup itu cuma sekelebatan mata, rugi besar kalau nggak pernah merasakan hal-hal manusiawi dalam semua lini. Ketika kita berada di bawah, nikmati dan syukuri, karena nggak semua orang bisa merasakan bagaimana rasanya ada di bawah, ketika kita berada di atas, nimati karena nggak semuanya bisa merasakannya juga. Buat daku, orang yang diberikan kesempatan merasakan berbagai keadaan itu adalah anugerah yang tiada terkira dari Tuhan. Keadaan kecewa, marah, bahagia, susah bla bla bla itu akan sangat bermanfaat bagi kita.
Jadi, hidup itu tinggal menikmati saja, karena jalur dan ketentuannya itu sudah ditetapkan. Ikuti dan nikmati saja. Lakukan apa yang wajib dilakukan, tinggalkan apa yang nggak layak dilakukan. Dalam keadaan apapun. So simple, right?